TANGGAL 7 Januari 2004, Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Ogan Ilir (OI) resmi berdiri. Sejak saat itu secara bertahap perangkat pemerintahan mulai diisi, diawali dengan dilantiknya Pj Bupati OI yakni Drs H Indra Rusdi pada tanggal 14 Januari 2004, lalu dilanjutkan dengan pengisian struktur SKPD/OPD.
Pada bulan April 2004 juga berlangsung Pemilu Legislatif, yang produknya untuk mengisi keanggotaan DPRD OI periode perdana 2004 – 2009 yang berjumlah 35 anggota. Saat itu penyelenggara Pemilu masih dipegang oleh KPUD OKI. Anggota DPRD OI yang pertama ini dilantik/diresmikan tanggal 21 September 2004.
Adapun 35 anggota DPRD OI ini terdiri dari 7 orang dari Partai Golkar, PDIP (5), PAN (5), PPP (4), PKS (4), PD (4), PBR (3), PBB (2), dan PDK (1). Dengan dilantiknya Anggota DPRD OI ini maka komplitlah perangkat utama pemerintahan daerah Ogan Ilir sebagai sebuah kabupaten.
Seiring dengan berdirinya Kabupaten OI tersebut, maka masing-masing Partai Politik (Parpol) membentuk /mendirikan pula kepengurusan, termasuk Partai Golkar OI.
Pada Musda I yang diselenggarakan di Indralaya (bangunan Rumah Makan milik Pak Prof Mahyudin NS), terpilih sebagai Ketua adalah Ir H Mawardi Yahya. Mawardi dipilih secara aklamasi karena tidak ada pesaing. Sebelumnya Mawardi Yahya adalah Ketua DPD Partai Golkar OKI dan juga Ketua DPRD OKI (1999 – 2004). Lalu dalam rapat formatur Musda I Partai Golkar OI ini, Mawardi mengusulkan saya (Iklim Cahya) untuk menjadi Sekretaris DPD Partai Golkar OI, yang disetujui oleh seluruh tim formatur. Waktu itu seingat saya tim formatur tersebut ada 5 orang, antara lain H Mawardi Yahya (Ketua Terpilih), H Nadjib Matjan (DPD I), dan Syamsudin (Komcam Pemulutan).
Dalam perkembangan dan kiprah berikutnya, pada Pilkada OI tahun 2005, Partai Golkar OI mampu mengantarkan ketuanya H Mawardi Yahya yang juga Ketua DPRD OI menjadi Bupati OI definitif pertama periode 2005-2010, melalui Pilkada langsung pertama yang dipilih oleh rakyat. Setelah Mawardi Yahya menjadi bupati, lalu Iklim Cahya yang dipercaya menjadi Ketua DPRD OI antar waktu (2004 (2007) – 2009).
Pada Pileg tahun 2009, Partai Golkar OI meraih puncak perolehan kursi di DPRD OI periode kedua (2009-2014) yakni 10 kursi dari 40 kursi yang diperebutkan. Pada Pemilu 2009 seiring pertambahan jumlah penduduk Kabupaten OI, maka jumlah kursi di DPRD OI bertambah menjadi 40 kursi (naik 5 kursi dari sebelumnya 35 kursi). Raihan kursi sebanyak 10 kursi tersebut, merupakan perolehan terbesar dari Partai Golkar selama OI berdiri.
Perolehan tersebut menurun kembali pada Pemilu tahun 2014 yang balik ke 7 kursi seperti hasil Pemilu tahun 2004. Dan pada Pemilu 2019 naik satu kursi menjadi 8 kursi, tapi tetap di bawah prestasi Pemilu 2009 yang memperoleh 10 kursi.
Dalam empat kali pemilu dan empat periode DPRD OI, Partai Golkar selalu menjadi pemenang sehingga berhak atas kursi Ketua DPRD.
Begitu pula selama 4 kali Pilkada, Partai Golkar berhasil tiga kali mengantarkan kadernya menduduki kursi Bupati OI. Yang gagal hanya pd Pilkada tahun 2020 lalu. Sementara pd Pilkada tahun 2015, Partai Golkar sukses mendudukkan kadernya, tapi yang menikmatinya kader partai lain, karena ada permasalahan.
Bercermin dari hasil Pileg dan Pilkada di Kabupaten OI di atas, benang merah yang dapat dipetik adalah bahwa kemenangan Partai Golkar terutama dikarenakan kekompakan para pengurusnya. Selain juga ditunjang kekuasaan yang dipegang para petingginya. Seperti pada Pemilu tahun 2009, baik ketua maupun sekretaris Partai Golkar menempati top leader di OI. Kepengurusan juga kompak, solid, dan satu komando. Tak ada gejolak dan masalah sosial dan hukum yang muncul ke permukaan, yang dapat merusak nama baik partai di daerah. Karena itulah hasil Pemilu yang diraih juga maksimal.
Nah akhir-akhir ini kondisi Partai Golkar OI terlihat ada perpecahan. Dua kubu sedang berseteru. Apakah kedua kubu tersebut akhirnya dapat didamaikan dan disatukan dengan win-win solution, atau akan berakhir dengan menang – kalah. Semuanya belum dapat dibaca. Tapi kalau mencermati pernyataan dari kedua kubu tersebut, kelihatannya sulit ada kata damai. Kecuali ada tokoh sentral yang mampu menjadi pemersatu.
Sebagai orang yang pernah di Partai Golkar, orang yang ikut membesarkan dan dibesarkan Partai Golkar OI, saya mengingatkan bahwa konflik dan perpecahan hanya akan membuahkan kelemahan dan kerugian bagi partai. Jangan sampai partai ini perolehan suaranya “nyungsep” karena keegoan dari pemimpinnya.
Tulisan tersebut sebagai pengingat bahwa Partai Golkar OI besar, karena berkat upaya dan perjuangan kepemimpinan partai terdahulu, dan hendaknya tetap dijaga oleh kepemimpinan generasi setelahnya. Sesuai salah satu mottonya Bersatu Untuk Maju.**