PEMILIHAN Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) periode 2025 – 2030, akan digelar 27 November 2024 mendatang, hanya sekitar lima bulan lagi.
Dari sekian banyak nama yang meramaikan bursa kandidat, saat ini hanya terlihat tiga pasang yang mengerucut. Ketiga pasang tersebut yakni ;
Herman Deru – Cik Ujang (HDCU).
Mawardi Yahya – RA Anita Noeringhati (MATAHATI)
Heri Amalindo -Popo Ali (HAPAL)
Namun apakah ketiganya betul-betul maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur (Wagub), baru dipastikan setelah mereka mendaftar di KPUD Sumsel, akhir Agustus 2024.
Bila dilihat dari rekam jejak, kewilayahan, kesukuan, pamor, pengalaman di dunia politik dan pemerintahan, ketiga pasang kandidat ini memiliki plus minus masing-masing. Tapi siapapun yang nanti terpilih sebagai gubernur/wagub, diyakini memiliki kemampuan untuk memimpin Sumsel ke depan. Artinya mereka semua adalah “barang jadi”, bukan “barang setengah jadi” apalagi “barang mentah.” Namun tentu masyarakat menginginkan mereka yang terpilih adalah pasangan yang paling ideal.
Kita tahu semenjak Pilkada langsung oleh rakyat, sangat variatif alasan pemilih dalam menentukan pilihannya. Beda dengan ketika kepala daerah masih dipilih oleh DPRD. Kalau saat dipilih oleh DPRD maka penentu dominan adalah perintah partai. Tapi sejak Pilkada langsung yang menentukan adalah rakyat pemilih.
Dari pengamatan selama ini masyarakat memilih karena satu faktor atau karena beberapa faktor/alasan.
Seorang pemilih dalam menentukan pilihannya bisa saja karena faktor figur, yakni tertarik dengan si calon. Selain itu bisa juga karena faktor kekerabatan seperti hubungan keluarga/sanak famili, sahabat/kawan/kolega, dan bisa juga karena faktor kedaerahan dan kesukuan, bahkan faktor agama, dan gender. Juga faktor kesamaan partai, hubungan dengan tim sukses, faktor jasa baik, bahkan faktor X seperti pengaruh fresh money. Begitulah gambaran yang terjadi pada Pilkada-pilkada langsung selama ini.
Bila dilihat dari kedaerahan dan kesukuan, pasangan kandidat HDCU dominan wilayah OKU Raya dan suku Komering. Juga wilayah Lahat dan sekitarnya, yang dikenal dengan nama Lekipali (Lematang, Kikim, Pasemah/Besemah, dan Lintang).
Sementara pasangan MATAHATI, dominan wilayah Ogan Ilir, OKI, Prabumulih, Gelumbang dan Banyuasin. Tentu juga suku Jawa, karena RA Anita Noeringhati berasal dari Jawa/Pujakesuma, yang jumlahnya sekitar 30-an persen. Kemudian juga telah menyatakan dukungannya, warga asal Sulsel. Suku Bugis terkenal solid, mereka banyak mendiami kawasan pesisir Sumsel, seperti Banyuasin, OKI, dan Palembang. Jumlah mereka sekitar 5 persen.
Kelebihan lain dari pasangan MATAHATI adalah soal gender. Anita Noeringhati dikenal sebagai tokoh wanita di parlemen, yang mampu bersaing dengan kaum laki-laki, hingga dipercaya sebagai ketua DPRD Sumsel. Anita saat ini bisa disebut sebagai simbol kebangkitan politik wanita di Sumsel.
Biasanya kaum perempuan (ibu-ibu) memiliki hubungan psikologis dengan pemimpin dari unsur perempuan. Apalagi kalau sang kandidat mampu memanfaatkan kondisi tersebut.
Sementara pasangan HAPAL, memiliki kedekatan dengan wilayah Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), dan sebagian Muba, karena Heri Amalindo cukup lama berkarier di Pemkab Muba. Selain itu juga di OKU Raya, terutama OKU Selatan, karena Popo Ali putra daerah kabupaten yang memiliki Danau Ranau ini.
Di luar daerah/suku yang disebutkan di atas, kelihatannya masih belum bisa dipetakan, dan diperkirakan menjadi ajang rebutan para kandidat. Termasuk yang paling krusial adalah di Kota Palembang, karena penduduknya sangat majemuk.
Begitu pula bila dilihat dari dukungan partai saat ini, ketiga pasangan kandidat masing-masing mendapat dukungan dari partai besar. HDCU didukung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Pasangan MATAHATI didukung Partai Gerindra dan Partai Golkar, sedangkan pasangan HAPAL kemungkinan didukung oleh PDI Perjuangan.
Untuk Partai Golkar, kelihatannya lebih cenderung mendukung RA Anita Noeringhati dibanding mendukung Popo Ali. Alasannya Anita lebih intens mengurusi Golkar Sumsel dengan posisinya sebagai Ketua Harian DPD Partai Golkar serta sebagai Ketua DPRD Sumsel. Termasuk kedekatan dengan para petinggi DPP Partai Golkar.
Sementara partai-partai menengah dan kecil seperti PKB, Hanura, PPP, Perindo dan PKN, kemungkinan akan menyebar mendukung salah satu dari ketiga pasangan kandidat gubernur/wakil gubernur tersebut.
Melihat faktor-faktor yang sudah dipaparkan di atas, terlihat pasangan Mawardi Yahya – RA Anita Noeringhati (MATAHATI) lebih ideal, karena itu sangat potensial mendapat dukungan mayoritas masyarakat Sumsel. Ditambah lagi diperkirakan MATAHATI akan lebih dominan mendapat dukungan para ulama, karena Mawardi memiliki hubungan mutualisme yang lebih dekat dengan para ulama.
Belum lagi sebagai kader DPP Partai Gerindra yang menduduki posisi Anggota Dewan Pembina, perjuangan Mawardi Yahya jelas akan di suport penuh oleh DPP Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Mengingat DPP Partai Gerindra juga berkepentingan kadernya yang menjadi Gubernur, supaya program-program Presiden Prabowo Subianto dapat lebih nyambung dan terealisasi ke bawah.
Begitu pula sebaliknya program-program dari bawah, akan didukung oleh presiden (pusat). Sementara kalau gubernurnya berasal dari bukan pendukung, dikhawatirkan ada “pembangkangan,” baik secara diam-diam maupun secara terbuka. (*)